Kluwak atau Kluwek, bagi orang Jogja tentuuu tidak asing lagiii... karena jadi bahan utama pembuatan rawon dan brongkos. Bagi perantau seperti kami yang orang Jawa, adalah ibarat menemukan harta karun jika mendapati kluwak di tanah non-Jawa. Maksud saya, orang Jawa Asli lho ya...bukan Jawa Lathi....alias ga cuma yang bisa boso Jowo doang :D
Sudah beberapa kali coba nanya-nanya ke pasar tradisional di sini, ternyata jawabannya sama saja : apa itu Kluwak? Tidak ada, bu. Atau mungkin saya aja kali yaa yang kuperrr...tidak pandai nyarinya. Lebih praktis yaaa nitip suami yang lagi mudik atau minta dikirim langsung dari Jogja. Padahal ongkos kirim lebih mahal dibanding harga Kluwak sendiri, lha wong 10 ribu dapet buanyaaak :D. Oh iyaaa, kluwak ini jadi salah satu bekal wajib lho, saat kami berkesempatan hidup di belahan bumi utara, hihihi. Gapapa lah, demi sayur Brongkos dan Rawon, hehe.
Ini diaa..wujud si Kluwak tersayang :D.
Belajar bersyukur: tidak ada kamera DSLR, kamera pocket pun jadi :) |
Kluwak atau Pangium edule Reinw ini, cara mengupasnya adalah dengan memukul kulit luarnya yang kerrraaas, mirip bathok kelapa. Disarankan saat memukul, diberi alas yang empuk yaa...seperti kain serbet atau di atas keset, kalau tidak si kluwak bakal melesat entah kemana karena bentuknya yang tidak simetris, jadi gampang goyang, hihi. Pengolahannya, tergantung selera, ada yang direndam dan dilarutkan dulu dengan air panas, ada juga yang langsung di-uleg/digiling dikarenakan malas merendam (saya! :D). Setelah dikupas, akan tercium bau yang sangaaat khas dari dagingnya yang coklat tua...jangan khawatir aroma aneh ini akan berubah menjadi sedap mantap saat sudah ditumis dan bertemu dengan kawan-kawan rempah yang lain :)
Salam Kluwak, all! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar