Senin, 26 September 2011

Di Penghujung Syawal 1432 H

Iseng2 nulis. Sama sekali tidak berminat jadi jurnalis atau kolumnis.
Masih dalam rangka menghalau sepi.
Makan sudah.
Uthak-uthek Phtshp CS3 malah mumet :p.
Pengen nyusul si kecil tidur, tidak ngantuk.
Mau bikin cemilan, malas, karena sudah kenyang :p
Tiba2 teringat kalo ini masih bulan Syawal dan entah knapa terbayang Syawal tahun lalu.
Syawal tersederhana, tersunyi skaligus terkesan, seumur2 saya :)

Ya, kami hanya bertiga.  Di sebuah pedesaan, relatif kecil, namun teramat sangat bersih, menurut saya. Setidaknya dibandingkan dengan tanah kelahiran saya :D
Tak nampak kabel2 listrik ruwet sepanjang jalan. Berani taruhan, tidak akan ditemui lebih dari 10 buah mobil atau motor per km yg lalu lalang di jalan tersebut :)
Jalanan, sangat nyaman dilalui dengan berjalan kaki atau bersepeda. Walau memang, sesekali akan tercium aroma organik dari peternakan yang dimiliki oleh kebanyakan warga pribumi.
Sepanjang tepi jalan tampak guguran daun bermacam warna, dari kuning hingga marun kecoklatan. Jika kita berpapasan dengan seorang pengendara sepeda, harus siap dengan sapaan ramah, senyum bersahabat, dan lambaian tangannya. Menambah pesona suasana pedesaan itu.

Tempat hunian kami, kebetulan terletak agak ke dalam (sudah di kampung, pelosok pula, hihi). Pedesaan ini, rata2 dihuni oleh orang non muslim, atau barangkali malah Atheis. Ada gereja mungil nan cantik di dekat sebuah sekolah dasar, namun kami tdk pernah mendapatinya dlm keadaan ramai jamaah.
Puasa Ramadhan di tempat ini, kami jalani sekitar 17-18 jam.
Tempat hunian kami terletak di lantai 2, material bangunan berasal dari bahan semacam kayu ringan namun kuat, hanya 2 sisi yang setahu saya bermaterial semen (atau batako ya?). Hunian ini mungil, sederhana, namun hommy sekali (note: kangen pol dengan tempat tersebut!). Dari teras hunian, kami  dengan sangat leluasa bisa menyaksikan area mini pacuan kuda pribadi pemilik hunian (kapan2 saya share tentang ini, kalo sekarang, kebanyakan :D ).
Sekilas hunian tersebut sangat nyaman dan unik,  namun jika menengok apa yg ada di lantai 1, bagi kawan2 yg muslim tentu akan mengkritisi pilihan kami :))
Ya, lantai di bawah kami ditinggali para anjing peliharaan yg jumlahnya tak sedikit.


Ini adalah satu-satunya jalan, menuju hunian kami, rumahnya di ujung, pokoknya sampe jalan ini habis biiis. Dari stasiun kesini, jaraknya sekitar 3 km. Kami tempuh dengan bersepeda atau jalan kaki. Di kanan kiri banyak semak Berry, kecil2 warna merah, bisa dimakan sih...tp kwecuuuut pol :)


Alhamdulillah, puasa kami lalui dengan lancar (saya masih dalam kondisi menyusui waktu itu), hingga tibalah malam 1 Syawal. Tidak terdengar suara takbiran, tidak sibuk menyiapkan suguhan, tidak bingung dengan baju lebaran. Hanya perasaan lega dan bangga yang ada. Itu saja. Yes, we passed it.
Tidak menyia2kan koneksi internet yg luar biasa lancar, saat suami+si putri kecil pulas tertidur, saya iseng2 menyetel takbiran via youtube...wuaaahhh...efeknya dahsyat, pipi langsung basah deh...*halah*.
Tak terbayangkan sebelumnya, harus melewati ibadah Ramadhan di lingkungan yang jauh dari 'aura' Islami, hihi.

Tapi Ramadhan is Ramadhan. Bulan yg spesial. 
Apapun dan dimanapun , Alloh lebih tahu cara terbaik mendampingi kita, ketika Ramadhan ataupun di bulan-bulan lainnya. Tidak ada yg tidak mungkin, oleh-Nya.

Justru di tempat tersebut, suatu hari saya bengong sendiri, utk pertama kali dengar ayat2 Fatihah, kluar dari mulut mungil putri saya, secara berurutan, walo masih terbata2 saat itu (2 tahun, 4 bulan). Mungkin bagi orangtua selain kami, hal ini biasa atau bahkan terlambat, tp buat saya, tetap spesial. Walhasil yg terjadi saat itu ketawa senang+nangis deh (cengeng! haha).

Justru di tempat seperti itu, Hanun mulai bisa mengikuti gerakan-gerakan sholat kami secara utuh. Walaupun hanya betah 1-2 raka'at, tapi bagi kami itu sangat membahagiakan.

Justru doa dari tempat tersebut, kami berdua (saya+little Hanun) merasakan deg-degan luar biasa ketika 'menghantarkan' si Ayah, pada hari penentuan akhir masa studinya, dengan pesimis dan pasrah. Ketika suami pulang, dia bercerita kalo dia sendiri merasa bingung, mendapati sidang studi yang dia lalui hari itu sangatlah lancar, hihihi...alhamdulillah wallohua'lam.

Dan, justru di tempat seperti itu, sehari sebelum 1 Syawal, saya melihat sesuatu yang tidak biasa. Pagi atau siang hari (saya lupa, hehe), ketika saya sibakkan gorden, tak sengaja memandang langit di sekitar hunian kami, tampak awan besar nan tipis membentuk lafadz Alloh, tadinya saya pikir ini cuma halusinasi saya saja, tapi setelah saya amati berkali-kali kondisi  langit saat itu, ternyata di sekeliling awan besar berlafadz Alloh tadi terdapat buanyaaak sekali lafadz Alloh berukuran kecil-kecil.
Saya sempat memotret langit, tapi sayangnya cuma pake kamera HP jadul yang sudah mulai rusak, jadi tidak tampak jelas...

Hari itu agak mendung, ga begitu jelas ya kalo di foto... saya motretnya dibalik jendela pula, mau keluar ga kuat dingiiiin....hihi....n sayangnya HP saya sudah mulai soak, liat tuu...garis tipis di tengah...bawaan HP tuuu, ga bs diilangin...(eh, ini kok malah curhat Hp yak?? :p)


Whatever.
It was just an unforgettable Ramadhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar